BREAKING NEWS
latest

Advertisement

قصتي

Pasar Klojen vs MATOS

KEGIATAN-KEGIATAN DI MA’HAD SUNAN AMPEL AL-ALY UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

KEGIATAN-KEGIATAN DI MA’HAD SUNAN AMPEL AL-ALY
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
By : Azhari Mulyana

[ Kegiatan-Kegiatan yang Telah Saya Lakukan di Ma’had Sunan Ampel al-Aly:

Pendidikan di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang diarahkan untuk menjadikan seluruh mahasiswanya: (1) berilmu pengetahuan yang luas, (2) mampu melihat/membaca fenomena alam dan sosial secara tepat, (3) memiliki otak yang cerdas, (4) berhati lembut dan (5) bersemangat juang tinggi karena Allah SWT sebagai pengejawantahan amal shaleh.

Jika kelima kekuatan ini berhasil dimiliki oleh siapa saja yang belajar di kampus ini maka pendidikan ulul albab sudah dipandang berhasil. Demikian yang tertuang dalam buku Pengantar Kuliah Ulul Albab. Namun aplikasinya dalam kehidupan kampus berma’had ini tidaklah sama persis dengan apa yang dicita-citakan tersebut.
Kampus ini dikenal dengan ma’hadnya yang bercirikan ulul albab, dalam artian bahwa mahasiswanya selain sibuk dengan urusan perkuliahan juga aktif dalam kegiatan ma’had untuk membentuk karakter seorang yang intelektual dan disertai kemapanan dalam beragama Islam.
Semenjak orientasi pengenalan kampus dan ma’had yang telah saya lalui beberapa bulan lalu, saya telah mendapatkan ilmu baru baik dalam kegiatan reguler maupun kegiatan ma’had. Kegiatan ini berlangsung seharian penuh mulai kegiatan sholat subuh hingga malam hari dengan adanya Program Pembelajaran Bahasa Arab.

Kegiatan-kegiatan ma’had yang berlangsung selama ini mendidik saya untuk lebih memperdalam ilmu agama Islam. Salah satu kegiatannya adalah Shobahul Lughoh. Kegiatan shobahul ini setiap harinya dilaksanakan setelah sholat subuh dan dibimbing oleh para musyrif mabna masing-masing. Kegiatan ini berbentuk muhadasah (percakapan) dan pengajaran dalm bahasa Arab dan bahasa Inggris dengan sistem outdoor (luar kelas). Melalui kegiatan ini saya membiasakan diri untuk berbahasa asing yang umumnya tidak kita dapatkan di berbagai universitas lainnya.  Kegiatan lain yang ada di ma’had ini adalah Ta’lim Al-Quran dan Ta’lim Afkar. Kegiatan ta’lim al-quran ini merupakan bentuk pengajaran Al-Quran yang lebih mengarah kepada teori-teorinya seperti tajwid, fashohah, makharijul huruf dan lain sebagainya. Dalam Al-Quran Surat Al-Muzammil ayat 4 disebutkan :
 ۝٤ ﺘٓﺮْﺘِﻴﻼ ﺍﻠﻘﺮﺁﻦَ ﻮَﺮَﺘِّﻞِ
“Dan bacalah Al Quran itu dengan sebagus-bagus bacaan.”

Dengan kegiatan ta’lim inilah dapat memperbaiki bacaan Al-Quran saya yang masih banyak kekurangan dari segi teori. Membaca Al-Quran dengan benar sesuai tajwid itu wajib bagi setiap orang, namun dari segi teori dan praktek itu sangatlah berkaitan. Oleh karena itu, agar kita mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang Al-Quran hendaklah kita pelajari teori dan dasar-dasarnya.

Begitu juga dengan Ta’lim Afkar. Kegiatan ini biasanya kita sebut dengan pengajian kitab kuning. Kitab yang saya pelajari adalah Kitab Tadzhib yang membahas masalah fiqih Islam dan Qomi’ut Thugyan yang membahas tentang cabang-cabang Iman. Kegiatan yang saya sebutkan di atas merupakan kegiatan rutin setiap pagi sebelum perkuliahan reguler.  Adapun kegiatan ma’had pada malam harinya seperti Dibaan. Kegiatan ini telah masyhur di kalangan masyarakat Jawa. Kegiatan ini berbentuk sholawatan kepada Nabi SAW dan dimainkan dengan rebana.
Kegiatan lainnya adalah Tahsinul Quran. Kegiatan Qurani seperti ini membiasakan saya untuk terus melantunkan ayat-ayat suci Allah. Kegiatan ini berbeda dengan ta’lim quran yang saya sebutkan sebelumnya. Jikalau ta’lim quran lebih mengarah kepada teori namun tahsinul quran ini lebih kepada praktik dalam membaca Al-Quran dan diajarkan oleh Ustadz.  Kemudian ada juga Muhadharah dalam bahasa arab, yang maknanya adalah berceramah. Kegiatan ini dilakukan bertahap dan berurutan oleh masing-masing mahasantri, dalam artian setiap mahasantri mendapatkan giliran untuk tampil berceramah di depan temantemannya sesuai mabna masing-masing. Kegiatan seperti ini dilakukan untuk membiasakan mahasantri dalam berbicara di depan khalayak.

Selanjutnya adalah Yasinan, dimana mahasantri berkumpul pada malam Jum’at dan bersama-sama membacakan surat Yasin setelah dzikir sholat. Setiap kegiatan ma’had ini adakalanya diabsen oleh musyrif dan terkadang tidak. Terlepas dari itu semua, kelebihan utama adanya ma’had dalam kampus adalah terjaganya sholat akan kelalaian. Mahasantri sering melakukan sholat berjama’ah di Mesjid Tarbiyah walaupun terkadang mereka harus sholat sendiri di kamar karena hal tertentu.

Di luar kegiatan-kegiatan yang ada di ma’had, saya terkadang merasa jenuh ketika berada di kamar. Namun tak lupa akan tujuan dan niat dahulu bahwa saya berada di sini untuk menuntut ilmu. Dengan begitu saya memaksakan untuk belajar di kamar dan juga kadang bersenda gurau dengan teman-teman dikala rasa jenuh datang. Kegiatan-kegiatan seperti itu diharapkan dapat mencetak kader-kader pemimpin yang intelek dan juga dilatarbelakangi dengan agama yang kuat.

[ Komentar dan Kritik Saya tentang Kegiatan Ma’had Sunan Ampel al-Aly :
            Kegiatan di ma’had Sunan Ampel al-Aly yang berlangsung beberapa bulan yang lalu menurunkan minat mahasantri dikarenakan proses belajar yang tidak efektif dan monoton. Hal ini wajar bagi kita selaku manusia karena rasa bosan kapanpun akan kita rasakan. Namun hal ini bisa dicegah dengan mengubah sistem belajar tersebut dengan yang lebih menarik. Selama kegiatan itu berjalan tidak sedikit yang merasakan kejenuhan. Yang anehnya hingga sekarang semangat untuk belajar itu hanya ada dan dirasakan oleh para musyrifnya saja.

Shobahul Lughoh sebagai salah satu contohnya. Sangat berbeda halnya dengan kegiatan shobahul lughoh di ma’had putri. Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah seorang musyrifah bahwa kegiatan ini hanya dimanfaatkan dengan canda tawa dan bernyanyi sehingga waktu untuk belajar menjadi terkuras di ma’had putra. Sedangkan di ma’had putri lebih difokuskan untuk belajar setiap paginya. Hal ini disebabkan oleh musyrif itu sendiri yang lebih memanjakan mahasantrinya. Menurut saya, menjadi seorang musyrif itu memiliki tanggung jawab yang berat, karena yang mereka hadapi bukanlah siswa yang masih bersifat kekanakkanakan. Tidaklah pantas para musyrif memperlakukan mereka layaknya anak kecil dengan banyaknya permainan dan nyanyi-nyanyian. Hal ini juga diakui oleh beberapa teman saya lainnya.

Di samping itu, sebagai mahasiswa saya juga merasakan beban yang dialami oleh musyrif dalam mengurusi ma’had. Saya menyarankan agar musyrif itu tidak hanya bekerja sendiri, namun juga dibantu dengan beberapa ustadz lainnya. Selama saya berada di ma’had dan memperhatikan bahwasanya musyrif itu seakan-akan merasa enggan mengurusi mahasantri dan juga mahasantri merasa tidak peduli dengan musyrif karena faktor usia, sehingga mereka meremehkan peraturan yang ada. Seharusnya ustadz-ustadz juga berperan aktif dalam mengembangkan kegiatan ma’had ini.

Kegiatan terpenting dari semua kegiatan yang ada di ma’had ini adalah sholat berjama’ah. Tiadalah arti ilmu tanpa diamalkan. Begitu pula mahasantri yang telah mempelajari Al-Quran, ilmu agama dan lainnya namun sholat dilupakan. Masalah yang dihadapi oleh mahasantri sekarang ini adalah malas dalam mengikuti jama’ah sholat di mesjid. Banyak dari mereka yang selama ini mengikuti sholat karena adanya absensi harian. Terbukti bahwa pada hari sabtu dan minggu keadaan di mesjid Tarbiyah tak seramai hari biasanya.


Bahkan yang sangat memprihatinkan, ketika diajak untuk mengikuti jama’ah ke mesjid oleh musyrifnya, mereka malah memanfaatkannya untuk ngopi di kantin. Itulah kebiasaankebiasaan buruk yang terjadi di ma’had putra, sehingga menghambat tujuan dan cita-cita kampus ulul albab ini. 

Aceh dan Tsunami

“Aceh” merupakan sebuah nama provinsi yang berada di Indonesia. Provinsi ini terletak di ujung Barat Indonesia, yang memiliki lebih dari dua puluh kabupaten/kota. Provinsi ini juga sempat menghebohkan dunia di tahun 2004 dengan bencana alam terbesarnya yang kita kenal dengan “tsunami”. Karena bencana itulah masyarakat Aceh hingga sekarang dengan bangga mengatakan ”siapa yang tidak kenal Aceh?”

 Hal itu menunjukkan bahwa Aceh hingga sekarang dikenal oleh dunia dengan Tsunami nya. Telah dibuktikan oleh para perantau Aceh yang berhijrah ke berbagai daerah bahkan ke negara-negara luar Indonesia. Namun dibalik kebanggaan yang dirasakan oleh masyarakat Aceh, ada juga yang merasa malu dengan kejadian bencana alam yang sangat dahsyat itu.

Aceh dikenal dengan Serambi Mekah karena syari’at Islamnya yang berjalan dan ditegaskan oleh pemerintah Aceh itu sendiri. Namun banyak yang berpendapat bahwa sebelum terjadinya Tsunami itu syariat sudah luntur. Ditandai dengan banyaknya terjadi perzinahan di beberapa daerah di Aceh. Kita sebagai umat Islam menyadari bahwa Allah memberikan cobaan kepada sekelompok umat karena Allah sayang kepada mereka. Allah tidak rela jika ada segelintir orang yang mengotori sebuah daerah yang suci akan keislamannya.
Tahun 2004 lalu, tepatnya pada tanggal 26 Desember Aceh mengalami penderitaan yang luar biasa. Gempa dengan kekuatan 8,9 skala richter dan juga gelombang air laut menggulung kota Banda Aceh dan sekitarnya. Gempa dan gelombang besar ini telah merobohkan ratusan bangunan dan menewaskan lebih kurang 200.000 jiwa pada saat itu. Bencana dahsyat tersebut membuat dunia menangis dan merasa prihatin dengan kota Serambi Mekah ini sehingga banyak relawan dari seluruh penjuru dunia yang diutus untuk memberikan bantuan kepada masyarakatnya.
Namun sayangnya, dengan didatangkan relawan dari luar membawa dampak negatif bagi masyarakat Aceh ketika itu. Mereka tidak hanya memberikan bantuan melainkan juga ada unsur politik yang dilakukan terhadap masyarakat Aceh yang kita kenal dengan kristenisasi. Di antara korban Tsunami Aceh pada ketika itu dengan terpaksa menerima ajakan mereka karena pada dasarnya mereka sudah tidak memiliki apapun sebagai bekal hidup mereka. Tetapi ada juga yang tetap mempertahankan akidah dan keimanan mereka sebagai umat Islam. Demikianlah sekilas pembahasan tentang Aceh dan Tsunami.